Pengusaha Asing di Tanjung Bira: Membantu atau Mengganggu?

Tanjung Bira Sulawesi (2)

Siapa sih yang tidak suka dengan objek wisata pantai yang airnya jernih, berpasir putih, dan pemandangannya elok? Saya suka, teman-teman saya suka, dan itulah mengapa kami memasukkan Tanjung Bira ke dalam itinerary perjalanan saya sewaktu ke Makassar, Sulawesi Selatan, di penghujung tahun 2011.

Tanjung Bira sendiri terletak kurang lebih 40 km dari kota Bulukumba, atau sekitar 5 jam (200 km) dari Makassar. Sepanjang perjalanan dari Bulukumba ke sini, akan kita lihat jejeran pantai yang tak kalah indahnya dengan si tujuan utama, pantai Tanjung Bira. Malah menurut saya wajib hukumnya untuk mampir ke Pantai Pangrang Luhu, pantai dimana kamu bisa melihat pembuatan Kapal Phinisi yang tersohor.

Jika sudah memasuki kawasan Tanjung Bira, ada biaya masuk yang harus dibayar yaitu sebesar Rp 30.000/mobil, Rp 10.000/turis lokal, dan Rp 20.000/turis asing. Untunglah kami memakai mobil carteran yang dikelola oleh penginapan di sana, sehingga biaya masuk digratiskan. Hazeeeek.

Penginapan Pasir Putih

Jangan beranggapan Bira itu minim fasilitas sehingga kamu kudu bawa rupa-rupa peralatan lenong dari rumah. Segala jenis penginapan, restoran, diving center, hingga warnet juga ada di sini. Biasanya, pengunjung bermain air di Pantai Pasir Putih, pantai yang pada umumnya menjadi tempat para turis beranjangsana. Tapi jika kamu orangnya introvert dan ingin ke tempat yang lebih sepi, susuri pantai sedikit ke arah barat dan kamu akan menemukan Pantai Bara, pantai yang pasirnya lebih putih, bersih, dan nyaman tanpa dijejali tenda-tenda yang kurang elok dipandang seperti di pantai sebelah.

Pantai Bara

Menurut para penduduk di Tanjung Bira, bisnis penginapan dan restoran mulai bermunculan di tahun 90-an oleh penduduk lokal. Weits anak 90an nih yee. Namun seiring dengan banyaknya turis domestik maupun asing membuat Bira harus banyak berbenah lagi. Tuntutan pelayanan yang kurang prima mulai dikeluhkan, sehingga pelayanan yang baik harus ada di setiap sektor. Melihat hal tersebut, para pengusaha dari Jerman mulai mengembangkan bisnis jasa di sini, khususnya perhotelan, untuk memenuhi standar internasional.

Penginapan milik orang asing

Bahkan ketika bermain ke pantainya yaitu pantai Bara yang tadi sudah saya sebutkan kami sebetulnya beruntung untuk “menyicipi” keindahannya. Sebabnya, pantai ini konon tertutup bagi orang lokal karena sudah dikelola oleh orang asing. Mungkin bagi orang-orang yang tidak pikir panjang akan melihat bahwa orang asing itu sombong dan mengganggu saja di Tanjung Bira. Namun coba ditilik lebih jauh lagi. Dengan diterapkannya peraturan yang cukup ketat, kawasan pantai Bara tampak lebih asri dibandingkan pantai Bira, yang masih berada dalam satu kawasan!

Pantai “lokal” terlihat kumuh dengan pemandangan warung-warung

Jika kamu punya kocek yang mumpuni, silakan saja menjajal cottage mewah yang fasilitasnya digadang-gadang layaknya hotel berbintang namun tetap mengunsung konsep back to nature. Namun jangan sembarang pilih, pasalnya ada juga penginapan yang hanya menerima pengunjung asing. Untuk hal ini, saya kurang tau alasannya.

Meskipun pengusaha asing menjamur dan berkembang, mereka juga bekerjasama dengan penduduk lokal, lho. Dan rata-rata warga tidak merasa resah akan hal tersebut. Fasilitas pun terbagi dua: kalo yang punya orang lokal berada di bagian kiri Tanjung Bira, dan fasilitas milik orang asing ada di sebelah kanan.  Sejujurnya memang sangat jomplang sih pelayanan yang dijalankan orang asing dan orang lokal.

Di sinilah pemikiran dan kemampuan kita diuji. Mau berdiri di situ-situ saja dengan pandangan hanya mencemooh orang asing yang lebih maju, atau eksistensi mereka malah memacu kreativitas kita untuk menjadi lebih baik lagi dan menaikkan citra pariwisata negara kita tercinta? That’s the question we should answer with action. As always, happy traveling!

Notes:

  1. Cara menuju Bira dari Makassar: Naik mobil penumpang (panther) sebesar Rp 35.000/orang dari terminal Malengkeri (harga terbaru Rp 50.000 – 65.000). Pastikan diantar sampai Tanjung Bira, jangan sampai Bulukumba saja. Bisa juga sewa mobil tanpa berhenti dengan harga Rp 250.000 ke Bulukumba, lanjut naik pete-pete (angkot) sebesar Rp 10.000 ke Tanjung Bira.
  2. Angkutan Tanaberru – Tanjung Bira akan berhenti total selepas matahari terbenam. Dengan kata lain, semua wisatawan akan terjebak di Tanjung Bira selepas malam kecuali mereka memiliki kendaraan sendiri.
  3. Kami menginap di penginapan Pasir Putih. Sudah dengan sewa mobil yang mereka miliki dari Kajang, kami bayar Rp 400.000. Hubungi Pak Andi Arham di 0811 420 1028
  4. Ingat, ini perjalanan saya tahun 2011, jadi siapa tahu sudah ada harga-harga yang berubah.

16 thoughts on “Pengusaha Asing di Tanjung Bira: Membantu atau Mengganggu?”

  1. Dan pengusaha asing slalu lbh maju dr kita. Jd ingat tahun 2008 ke karimun jawa. Mereka trnya sudah membuat resort di pulau2. Dan kt baru sadar trnyata tempat ini akan jadi tempat yang luar biasa

    1. Betul. Mereka juga sering menikah dengan orang Indonesia sehingga segala ijin jadi lebih mudah. Namun masa kita harus terus nyinyir? Yang ada kita perbaiki doong keadaan kita sendiri. :)

    1. Oh gini2 ada hukumnya ya mas? Bener gakk sih mereka kudu kawin sama orang setempat agar lebih gampang urus2 ijin dan segala macemnya?

      1. Ada izinnya: Surat Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Fenomena kawin sama orang lokal tuh terkait kepemilikan tanahnya. WNA gak boleh punya Sertifikat Hak Milik atas Tanah, nah jd mereka kawinin perempuan lokal sebagai nominee.

  2. Salam kenal Kakak,
    waktu saya search di google tentang pulau Guspan, bertemulah saya dengan laman blog ini ^_^
    saya senang kalau membaca tulisan di blog yang jelas dan informatif. Jadi komen ini adalah komen apresiasi ^_^. Makasih ya kak. Semoga ke depannya bisa terus menulis yang bermanfaat :D

    salam,
    Aya

  3. Well, plus minus sih.. gw kemarin diving pakai operator satu2nya disana yg ternyata punya org bule tp dikoordinir oleh warga lokal. Lumayan membantu dan memberikan harga khusus.

    1. memberikan harga khususnya karena dikoordinir orang lokal itu kak? Minusnya di mana kalo gitu menurutmu? :)

  4. Parahita Satiti

    Kak Titiw, kalau saya sebagai penikmat pantai, rasanya seneng banget kalau lihat pantai yang dikelola dengan rapi, bersih.

    Tapi, sebagai Anak Indonesia, ya agak sakit hati kalau ada tempat (pantai, resto, pub) yang cuma boleh dinikmati oleh orang asing.

    Gituuu…

    Btw, waktu ke Makassar aku ga sempet ke Tanjung Bira. Dan tips2 di tulisan ini “mancing” banget deh buat ke sana lagi :D

    1. Itulah dilemanya kak, bisa gak sih tetep dikelola lokal dan bersih serta terawat? Huhuhu.. Ayo kaaak ke Bira. Jangan lupa main ke Bonto Bahari liat pembuatan phinisi! :)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pulau Padar Titiw

Titiw

Ngeblog sejak 2005

Female, Double (hamdallah sudah laku), berkacamata minus satu setengah yang dipake kalo mau lihat nomor angkutan umum doang. Virgo abal-abal yang sudah menjadi blogger sejak tahun 2005 yang pengalaman menulisnya diasah lewat situs pertemanan friendster.

Scroll to Top