The Power of Passion

Disclaimer: Tulisan ini agak panjang namun ditulis dengan hati. Enjoy! :)

The Power of Passion. Passion? Basi. Yang utama di dunia ini penghasilan, gaji, pendapatan, a.k.a uang yang bisa kita dapetin dari apa yang kita kerjain. Buat apa ngejar passion kalo yang ada cuma kantong yang kosong, hati yang sakit, atau ledekan dari sana-sini?

Tunggu dulu. Siapa sih yang bisa-bisanya ngomongin hal-hal di atas? Orang yang ngomongin gitu pasti gak bener-bener bekerja keras untuk mengejar passionnya. Like wiseman said: “If you love what you do, then it is no longer work. The money you earn is secondary when you love your work“. And I believe in that, my friend. Hal mendasar: Apa sih yang menjadi passion kamu? Saya tidak akan menjabarkannya dengan panjang lebar di sini. Baca aja bukunya Rene Suhardono “Your Job is Not Your Career”.

Saya mungkin gak akan menulis hal seperti ini kalo saya tidak mengalami hal ini ataupun tidak ada bukti nyata mengenai the power of passion tersebut. Ketika SD, saya selalu menulis panjang ketika guru Bahasa Indonesia memberikan tugas mengarang 1 halaman mengenai “Liburan ke Rumah Nenek”. Saya membuat sampai 3 halaman, bahkan 5 halaman buku Sinar Dunia! Namun karena saya takut dianggap tidak cool oleh teman-teman lain yang memble dengan tugas itu, dengan berat hati saya memotong tulisan itu menjadi 1 halaman. Seperti yang ditugaskan oleh guru Bahasa Indonesia.

Boleh jadi itu bukan kisah sukses, namun dari situ seperti ada percikan yang menggelitik. Saya suka menulis. Saya suka mengarang. Saya suka merangkaikan huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan paragraf menjadi sebuah cerita utuh. Well, sampai sekarang saya belum menjadi “penulis” yang membuat buku. Namun kata “penulis” di kartunama sebuah media online yang saya maintain membuat saya sumringah setengah mati. Satu impian saya dalam hidup adalah mengeluarkan 1 buku sebelum saya mati. Camkan itu.

Wish me luck! :)

Bukti otentik mengenai kekuatan passion terjadi di depan mata kepala saya sendiri. Saya punya sahabat kuliah bernama Widya. Dari jaman kuliah sampe sekarang, dia adalah satu-satunya partner menggila saya dalam dunia bulutangkis. Dari ceritanya tentang betapa dia menyukai bulutangkis sejak 1996 ketika Olimpiade Atlanta dimana Ricky-Rexy mendapatkan medali emas, dari mimiknya ketika ia mendongeng tentang drama-drama atlet bulutangkis seluaruh dunia, hingga gosip-gosip di forum bulutangkis nasional hingga internasional, Widya terlihat memiliki passion besar dalam bulutangkis.

Selain hal-hal yang di atas, kami rutin menyambangi event Indonesia Open, Thomas-Uber, kalau semuanya diadakan di Jakarta. Dari ngantre sejak pagi, sampai nonton di layar lebar luar lapangan kami jabani demi keriaan bulutangkis. Dan Widya adalah orang yang mencintai bulutangkis. Bukan hanya ngefans dengan salah satu atlet hingga ketika atlet itu kalah dia akan ngambek. Widya adalah supporter terakhir yang keluar dari lapangan meskipun atlet Indonesia kalah. Dia suporter sejati.

Widya selalu bercerita mengenai angan-angannya untuk bekerja apapun di dunia bulutangkis. Dan stepping stone untuk ke sana mulai terbuka ketika dia menulis blog khusus bulutangkis-nya. Batu loncatan ke-dua berawal tahun lalu. Saya yang waktu itu bekerjasama dengan perusahaan penyokong 1 klub bulutangkis terbesar di Indonesia diajak untuk meliput seleksi masuk klub bulutangkis tersebut di daerah Kudus dan diminta untuk mengajak 1 blogger lagi. WIDYA. Hanya 1 orang itu yang ada di pikiran saya jika mau bicara mengenai bulutangkis. Blognya memang belum ramai, tapi saya yakin dia bisa membantu saya mencari angle yang bervariasi dalam meliput. Berangkatlah kami ke Kudus dengan penuh drama & suka cita.

Foto bareng Fran Kurniawan di Kudus

Selanjutnya apa lagi? Seorang teman mem-forward email untuk menjadi wartawan olahraga. Tentu saja email itu saya forward ke Widya. Dan dia benar-benar melamar. Setelah berbulan-bulan tanpa kepastian, akhirnya widya dipanggil untuk interview. Seleksi awal ialah: meliput kejuaran Super Liga di Surabaya akhir Februari tahun ini. Stage demi stage ia lewati, dan akhirnya.. Sahabat saya yang bernama Widya Amelia ini akan menjadi WARTAWAN PBSI yang baru hari Senin ini. Saya sangat salut kepadanya. Padahal bisa dibilang pendapatannya sekarang di bawah gaji dia sebelumnya.

Jadi inget conversation saya dengannya duluuu sekali:

Saya: “Wi, kalo lo kerja di PBSI, atau kerja-kerja jadi wartawan olahraga gitu pasti kan penghasilannya kecil”.
Widya dengan suara tegas: “Tiw, dengan passion gw yang besar, dengan kecintaan gw yang tinggi sama bulutangkis, gw yakin gw bisa ngubah yang kecil itu jadi gede”.

Dan quote dari Widya itu selalu melekat di kepala, dan hati saya. Congratulation my badminton freak friend. Wishing u nothing but the best. Jangan lupa tiket gretongan buat event2 bulutangkis ;) Buat semuanya, jangan takut. Kalian pasti punya passion. Apapun bentuknya. Cari, kejar, wujudkan, dan kalian akan bekerja dengan bahagia seumur hidup! :)

The Power of Passion

– Ditulis beberapa jam setelah saya & Widya datengin Pelatnas PBSI diiringi lagu dari Gloria Estevan ~ If I Could Reach. –

(c) Image

33 thoughts on “The Power of Passion”

  1. Hebatt, Widya contoh nyata ynag menggunakan passion-nya, menurut gw elu beruntung punya temen kyk dia Tiw, passion selalu menular:)

    1. Betul mas! Setiap ketemuan sama dia kita selalu cerita passion masing2.. hihihi.. :D Thanks for dropping by..

  2. Cyyiiinnn…. i love my passion.. eh i love my job, maksudnya. Dari kecil cita2nya jd pemandu wisata dan disainer. 2009, memutuskan berhenti jd mbak2 kantoran ber rok span blazer, and follow my passion. terbemtuklah PicnicHolic & ZEVellery…. yippieee… dpt senengnya, dpt duwidnya. sapa bilang duwidnya ketjil? gede koookkk… hahahah

    1. Sayangnya nak Didut.. kita gak masuuuk.. Widya cuma survey angkot ke sana. dan lagi libur.. jadi atlet2 gak sliweran.. -_-“

  3. aldriana amir

    berteman dg org yg punya passion itu sangat menyenangkan ya, tiw.. bikin semangat, kyk kata mas tri d. di atas itu, bs nular!
    selamat buat widya dan salut!

    sering dengerin jg tuh sang coach rene suhardono di hardrock fm dan baca tulisan2nya di kompas, jd termotivasi :)

    smg bs beneran bikin buku sendiri ya tiw! eiya, kykynya kamu jg cocok deh jd motivator :D

  4. bukan detikcom

    Setuju sekali! Saya sendiri sekarang sudah cukup enjoy. Berkali-kali pindah pekerjaan, mencoba dari wartawan sampai IT. Ternyata saya malah bahagia, setelah berhenti kerja dan memilih kerja sendiri sesuai hobby dibidang IT dan tulis menulis. :)

  5. ahhhh… tertohok banget nih tiiiww… passion aku banyak, sampe bingung, too much passion will kill you, huahuaaaa *malahcurcol*

  6. aq pengen nagis tiw… (emang dasar cengeng) aku pengen nelatenin passionku…tapi aku gak punya nyali :(

    seneng deh baca cerita ini tiw…

    1. Sumpah ya say.. kamu tuh banyak skill banget loh.. dari ngerawat tanaman, bikin menu2 makanan sehat, sampe bikin si g string! I belive salah satunya atau salah banyaknya adalah passion kamu. JAdi nutritionist sekaligus koki handal, jadi blogger khusus tanaman (siapa tau kaaan?), ataupun bikin toko mungkil sendiri dengan pernak pernik yg dijual semuanya hand made kamuH! Ih.. so sweet.. ayo dicoba nak! :D

  7. yap passion itu penting dlm hidup. dalam kerjaan pun kita bisa memilih untuk bekerja yg sesuai dgn passion. tapi buat laki, anak istri makan dan hidup bekecukupan lebih penting drpd mengikuti passion.

    1. Edward Rhidwan

      Bener, makanya istilahnya wanita karir. Bukannya pria karir. Karena menurut buku Your Job is Not your Career karya Rene Suhardono itu, karir itu dilandasi passion. Kerja dimotivasi sama gaji. bukan begitu mbak titiw???

  8. SUPPER GOOD JOB . wajib ditiru ..
    beruntung sekali saya menemukan blog ini
    saya juga badminton freaker,terlintas untk memiliki impian bekerja di dunia bulutangkis (selain mnjd atlet pstinya :D)
    semoga ini dapat menginspirasi
    I WANNA BE ..
    wish I CAN DO IT and make it happen
    work according interest and talents

  9. hahaha baca intronya keingetan temen2 yang pernah ngeributin soal passion yang akhirnya berujung : passion ga penting, yang penting dapet duit apa gak.

    tapi dari pengalaman aku sendiri sih, kalo kita ga punya passion, tingkat “ngeluhnya” lebih banyak karena yang dicari duit, bukan kenikmatan dalam bekerja. cheers kak titiw, tulisan yang keren!

    1. Bener. Semua pekerjaan akan punya titik jenuh, tapi kalo yang pake passion jadi lebih penasaran kalo ada yang menhambat. Hehe.. Thanks for dropping by, NIken! :)

  10. I’m more than happy to help people build their website for free, if they share the same dreams and goals. But for corporate I always do it for money, not passion.

    1. And I thank you for that mas.. You’re one of many people who can help me deciding what my passion is. :’)

  11. passion saya adalah mendapatkan uang yang banyak dan barokah. itu termasuk passion gak tante titiw?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pulau Padar Titiw

Titiw

Ngeblog sejak 2005

Female, Double (hamdallah sudah laku), berkacamata minus satu setengah yang dipake kalo mau lihat nomor angkutan umum doang. Virgo abal-abal yang sudah menjadi blogger sejak tahun 2005 yang pengalaman menulisnya diasah lewat situs pertemanan friendster.

Scroll to Top