Phil Collins: An Interpretation

Phil Collins. Setiap mendengar lagu dari pria semi botak yang berasal dari Inggris ini, saya selalu merasa melankolik. Khususnya ketika mendengar lagu2-lagu baladanya yang sedikit slow. Bukan tipe melankolik yang dimiliki abg yang menyukai guru sejarahnya, ataupun tipe melankolik seorang pegawai kantoran yang naksir dengan rekan kerjanya di divisi yang lain. No no no.

Tiap mendengar “Do You Remember“, “Everyday“, “Against All Odds” sampai “Why Can’t It Wait Till Morning“, saya selalu berimajinasi bahwa si pria yang bernyanyi adalah seorang pria berusia 30an akhir, yang romantis, baik hati, namun belum mempunyai pasangan sehidup semati. Tipikal pria yang baik, selalu mendapatkan wanita-wanita populer, namun ia tidak membangga-banggakan hal itu. Ia introvert di hadapan publik, namun ekstrovert di dalam dunianya sendiri.

Wanita-wanita yang mengejarnya, pertama-tama jatuh cinta karena auranya yang dingin dan menarik bagai magnet, namun mereka meninggalkan ia pula karena si pria dirasa terlalu dingin. Tiap ia ditinggalkan wanita-wanita itu, ia tidak pernah fight untuk mendapatkan mereka lagi.

Bukannya tidak mau, tapi ia selalu berpikir bahwa semua orang berhak akan kebebasannya dan ia tidak mau mengklaim bahwa itu miliknya. Wanita-wanita yang pertamanya hanya menggertak si pria, lama-lama merasa bahwa si pria benar-benar tidak mengharapkan dirinya, dan si wanita pergi untuk selamanya. Setelah ditinggalkan, si pria hanya duduk depan piano tuanya, tersenyum pahit, sambil jari-jarinya menekan tuts hitam dan putih itu dengan melodi yang indah nan sendu.

phil collins

Memakai sweater berwarna marun tua yang sudah mulai pudar, si pria masih memainkan lagu-lagu yang ia ciptakan setiap ia ditinggalkan seseorang. Oh, sudah tidak terhitung berapa lagu yang ia ciptakan yang lahir dari rasa perih hatinya karena ditinggalkan orang-orang yang ia pikir pernah ia cintai. Sang pria tidak merasa bahwa ada wanita yang sebenarnya betul-betul menyukainya dalam hening.

Suara bel rumahnya berbunyi, ia bergegas menuju pintu rumahnya, dan tampak seorang wanita yang membawakan pie ayam yang masih hangat, disertai senyum yang hangat pula. Sang pria membalas senyum itu dengan hal yang sama. Setelah basa-basi berterima kasih kepada wanita tetangganya itu, ia masuk lagi dan meneruskan permainan piano dengan memakan pie tersebut dan memberi remah-remahnya kepada kucingnya yang bergelung manja di dekat perapian.

Sang wanita kembali pulang ke rumahnya yang hanya berjarak satu blok dari rumah si pria. Hatinya bernyanyi riang karena ia telah melakukan sesuatu bagi si pria. Moga-moga si pria mengetahui, bahwa ia mencintai si pria sejak beberapa waktu lalu.

Beberapa waktu lalu dimana udara dingin menerpa, ketika ia baru pindah ke kota itu, yang mana sejurus kemudian ia melihat seorang pria yang mengeluarkan sorot mata sedih namun tegar di sudut kafe seberang jalan sana. Ia jatuh cinta pada sorot itu, pada senyumnya yang tulus ketika melihatnya, dan pada denting-denting piano yang sayup-sayup terdengar di tengah keheningan malam. Semoga pria itu merasakan hal yang sama seiring dengan seringnya mereka bertemu.

Sang pria tertidur di samping kucingnya, dengan remahan kue masih tertempel di pipi kiri. Tersangkut jenggot kasarnya yang belum tercukur tadi malam karena sedikit bertengkar dengan wanita yang pagi ini meninggalkannya. Dalam mimpinya, ia bertemu seorang peri baik hati yang setiap hari memberinya pie ayam sehingga membuatnya lebih gemuk, lebih segar, dan lebih sering tertawa. Dalam mimpi itu pula, ia menciptakan lagu untuk si peri karena perjumpaan mereka, bukan karena perpisahan mereka.


Begitulah. Enam paragraf yang menjelaskan bagaimana saya menginterpretasikan Phil Collins dan lagu-lagnya. Sekian.

19 thoughts on “Phil Collins: An Interpretation”

  1. Nice ti! Really nice!

    Buat aku, lagunya phil collins adalah sebuah ‘rem’ yg bisa selalu ada;)

    Lagu ‘easy lover’, ‘dont lose my number’ dan ‘you can’t hurry love’ jadi rem saat aku -yg easy lover ini- kepincut, tergila2 sama seorang cewe. Tp aku sadar kalo ‘teman asik belum tentu bisa jadi pacar asik’. Hihi

    ‘groovy kind of love’, ‘susudio’, dan ‘true colors’ jadi rem saat aku terlalu sayang ama pacar. Biar ga ngumbar janji2 palsu dan harapan semu :p

    ‘both side of story’, ‘believe its true’, dan ‘separate lives’ jadi rem saat berantem ama pacar, biar benci tapi rindu.. Hahaha

    ‘against all odds’, ‘only you know and i know’, ‘in the air tonight’ dan ‘dont want to know’ jadi rem kalo aku lg kangen ama mantan. Tp aku tau its impossible to get back :p Hahaha

    Yeah, karena bokap suka setel phil collins kapan aja dimana aja.. Nada2nya mendekam permanen di dalam otak! Hahaha

    1. Aww,, tengkiyu bheee.. Komen kamu ini juga keren. Bisa2nya kamu menganggap lagu2 tersebut seperti layaknya “REM” di berbagai episode perjalanan hidup kamu. Kayaknya aku tahu tuh siapa oknum ‘teman asik belum tentu bisa jadi pacar asik’, hehe.. Wah.. ayah.. sepertinya anda lebih keren daripada anakmu.. *cium tangan*

      1. errr… oknum apa yah? no comment! ngambang gitu statement kamu.. *kabur dari kejaran pers yang bermuka rahmayanti semuah. langsung masuk kedalam mobil alphard yang disupirin ama orang berbaji safari item*

        1. HUaaahahahhaha… heh, biar stetment aku ngambang kayak eek, tetep aja reaksi kamu lebih absurd dibandingin pengamen bergaya punk yang nyanyi lagu2nya celine dion di bus kemaren. *ngumpet di bagasi alphard, siap2 mau tereak surprais!!*

    1. HEH?? Kagak banget Mbak! He’s a married man.. tapi kalo gak salah sih udah cere deh.. nyeh.. dasar artis.. (?!)

  2. hehehehew
    am not a fan of him but i hav 2 admit i love his songs
    bahkan beberapa lagunya sukses bikin sesenggukan karena sedih atau terharu
    ok bener tiiiw
    ah kapan ya aku nulis tentang om gordon sumner?

    1. Aww.. hehe.. aku jg mawu sama mas sting.. iya tulis gih niks.. tar aku komen, (lho?!) Hehehe.. Kalo secara keren2an mah, mas gordon jauh lebih keren.. Selera kita sama,, ha,,

  3. Gw juga ngefans ama lagu2 nya Ti, kereen langsung melting denger lirik2 mautnya, pantas saja kamu bisa sedemikian apiknya meng interpretasikan lagu2 nya, Nice! :)

  4. Interpretasi satu sisi tentang Phil Collins… namun secara utuh dia adalah seorang humanis sejati. Phil Collins untuk saya seperti seorang ayah ideal yang bercerita tentang banyak hal dengan musiknya. Tiga kali mengalami perceraian bukan berarti dia gagal menjadi ayah yang baik, he is a great father…dan saya merasa mempunyai contoh because i am a father now.
    Satu lagunya Father to Son (http://soundcloud.com/cokyfauzialfi/phil-collins-father-to-son) menunjukkan hal ini..
    Salam kenal

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pulau Padar Titiw

Titiw

Ngeblog sejak 2005

Female, Double (hamdallah sudah laku), berkacamata minus satu setengah yang dipake kalo mau lihat nomor angkutan umum doang. Virgo abal-abal yang sudah menjadi blogger sejak tahun 2005 yang pengalaman menulisnya diasah lewat situs pertemanan friendster.

Scroll to Top