“Berapa buku yang sudah kamu baca di tahun 2018?”
Saya membaca sekitar 15 buku, yang mana lebih dari setengahnya saya kebut di bulan Desember ini karena diburu rasa “bersalah”. Di era social media dan fast information sekarang, otak kita terbiasa dengan bacaan yang “sedikit”. Budaya baca hilang? Nggak. Tetep baca. Tapi bacanya status twitter, baca junk articles, baca caption Instagram.
Banyak baca, tapi sulit diri kita memilih bacaan mana yang “penting” untuk dipilah dari buanyaknya informasi yang kita dapat setiap hari. Ada studi membuktikan bahwa informasi yang kita terima setiap harinya, sama seperti informasi yang diterima orang jaman dulu dalam setahun. Padahal kapasitas otak dari dulu yang memang segitu-segitu aja, setidaknya dalam 50.000 tahun terakhir.
Lalu kapan otak ini diisi sama informasi atau hal-hal yang lebih “berguna”? Menjelang akhir tahun, baru ingat bahwa saya bertekad untuk membaca lebih banyak buku di tahun 2018. Informasi super cepat sana sini bikin saya malas baca buku dan terdistraksi dengan hal-hal tidak penting. Padahal jaman belum ada smartphone, hari-hari saya sudah seperti anak-anak indie jaman sekarang. Senja, kopi, dan buku. Ok, ganti kopinya dengan teh.
Thanks to Puty yang konsisten ngepost buku yang ia baca di Instagram, sehingga saya terdorong untuk mulai membaca lagi. “Loh kita kan tetap baca artikel dan status-status di socmed?” Iya, namun kita jadi terbiasa membaca secara singkat dan tidak komprehensif. Sehingga kalau baca tulisan agak panjang sedikit langsung pusing
Saya periksa lagi rak buku usang yang berisi buku-buku yang belum saya baca. Saya buka kembali akun Goodreads yang tak pernah diapeli, untuk melihat buku mana yang bercokol di kategori “Want to Read“. Saya unduh beberapa aplikasi e-book yang user friendly. (Untuk pengguna android, coba download app ANYBOOKS. This is so good that i’m afraid that it’s illegal. But thank me later.)
Guess what, otak saya kaget ketika mulai membaca buku yang agak tebal halamannya. Kaget dengan deretan kata berkaitan yang membentuk menjadi kalimat, kalimat yang membentuk paragraf dan paragraf yang membentuk halaman demi halaman. Bayangkan saja, untuk berusaha membaca lima halaman, saya harus ulang lagi ulang lagi dan ulang lagi dari atas. Seakan-akan belajar membaca dari ulang karena saya tidak dapat dengan mudah mengaitkan kata demi kata.
Namun ketika sudah halaman ke-10 dan selanjutnya, semangat baca itu seperti air bah yang tak bisa dibendung. Seperti naik sepeda lagi setelah sekian lama. Dalam 2 malam, saya bisa menghabiskan 2 buku. Netflix yang biasanya jadi sohib sehari-hari, tak terbuka selama 2 hari. I’m amazed with myself.
Bahkan katanya, seseorang dengan tingkat literasi tinggi punya kemampuan nalar dan pemecahan masalah lebih tinggi dalam berbagai bidang. This. Is. Mind. Blown. Pantessss saya sering ketemu orang-orang yang kurang logis dalam berpikir. Ngeyel, gak ada common sense. Baru tahu kalo ternyata ini ada korelasinya dengan kebiasaan seseorang membaca buku. Makin biasa baca buku, daya nalar makin baik.
Dari situ, saya menantang diri sendiri untuk membaca lebih banyak buku lagi di tahun 2019. Biar lebih semangat, ikut-ikutan challenge di Goodreads dan juga menulis di blog kayak begini. Supaya diri ini malu kalo tidak memenuhi tantangan yang sudah digembar gemborkan.
Seperti yang tadi sudah saya bahas di atas, saya sekarang sering baca karena aplikasi ebook. “Hah, baca buku itu enaknya dipegang, buku beneran!“. Don’t get me wrong. Saya suka sekali baca buku fisik, namun ebook sangat membantu untuk membaca di manapun, kapanpun. Inget dulu jaman belum ada smartphone, saya baca The Catcher in the Rye di atas metromini lewat HP, dengan cara baca wordpad. Tulisan kecil-kecil, tanpa fitur bookmark, bisa saya habiskan itu buku dalam 2 hari. Masa sekarang nggak bisa?
Keunggulan ebook lainnya juga mudah dibaca jika mau baca malam-malam sambil menyusui si kecil. Maklum buibuk itu me timenya tengah malem pas semua orang udah bobok. Buibuuuukk mana suaranyaaa?! x)
Kamu akan makin semangat baca buku lagi kalau follow instagram @bbbbookclub, yang encourage ibu-ibu (dan perempuan) untuk mulai baca buku lagi. Akun ini kerap sharing tentang buku, quotes, template, dan juga reading challenge. Untuk 2019, saya menantang diri ini untuk membaca 30 buku. Bukan untuk keren-kerenan, tapi dengan hal tersebut saya jadi termotivasi untuk baca lebih banyak lagi.
Sekadar share, buku apa saja yang saya sudah baca di tahun 2018 (seinget saya). Ada juga beberapa komik & buku anak. Gak harus serius-serius banget kok. Ehe ehe.
- Puty Puar: Komik Persatuan Ibu-ibu
- Lala Bohang: The Book of Invisible Questions
- Yoko Kamio: manga Meteor Garden (Hana Yori Dango) – lengkap
- Dee Lestari: Aroma Karsa
- Kevin Kwan: Crazy Rich Asians
- Riescha Puri Gayatri: 101 Perawatan Bayi
- Sophie Kinisella: Shopaholic to the Rescue
- Fumio Sasaki: Goodbye, things – on minimalist living
- Shel Silverstein: The Giving Tree
- Dr. Seuss: the Cat in the Hat
- Sarah Andersen: Big Mushy Happy Lump
- Sophie Kinsella: Shopaholic on Honeymoon
- Dr. Seuss: Green Eggs and Ham
- Amber Dusick: Parenting – illustrated with crappy pictures
- Brandon Stanston: Humans of New York
Akhirul kata, yuk baca buku lagi. Di tahun 2019, kurangin baca-baca artikel gak kelas di social media, gosip-gosip, apalagi sampe ninbrung komen jahat di status orang. Waktu yang ada lebih baik kita luangkan untuk baca buku. Kalau dirasa sulit, read a chapter instead. Kurangin dikiiiit juga porsi Netflixnya ya. Yang mau ngobrol-ngobrol tentang buku, yang mau nanya tentang buku, i’m just one click away.
Gemana, tahun 2019 kalian sanggup baca berapa buku nih? ;)
4 thoughts on “Berapa Buku Yang Kamu Baca Tahun Ini?”
16 buku tahun ini, daftarnya ada di Goodreads kalo mau ngintip, tapi jelas jauh dari seleranya titiw.. :lol:
Tahun 2019, sanggup 17 buku deh. Biar lebih dari tahun ini. ;)
Ayo semangat kaaak! Hahahah iya pasti seleraku beda sama kamu x)
Ampun, Tiew.
Ngaku nggak ada buku yang bener habis. Jump around books.. Juggling books..10-15 biji wkwkwkwk
Iyaaa sama bangett. Makanya ngebuttt di akhir tahun hahaha nebus dosa2