Bercengkrama Dengan Belut Morea Raksasa

Belut morea desa waai (5)

Beberapa teman menganggap saya penakut, sampe-sampe ada teman yang bilang kalo sampe saya hapal ayat Kursi, berarti sahih prasangka mereka itu. Dan harus diakui, saya hapal ayat Kursi. Sebenernya sih bukan penakut yang gemana ya, namun lebih tepatnya rada parnoan.

Saya tipe orang yang ngotot kalo di mobil itu semua penumpang kudu pake seatbelt. Atau meskipun jarak yang ditempuh dekat, naik motor tetap harus pake helm. Tidak bisa ditawar. Tapi satu hal yang harus digaris bawahin dan distabilo terang: Boleh saja bilang saya penakut, tapi saya bukan orang yang jijikan.

Di saat teman-teman sebaya tidak mau ambil bagian untuk memilah daging dan usus terburai dengan kotoran-kotoran kambing sebagai pelengkapnya saat Idul Adha, saya dengan ikhlas duduk dengan kalem menimbang usus-usus dan jeroan tersebut dengan khidmat. Sifat tidak jijikan ini menjadi modal penting ketika kamu adalah orang Indonesia, negara dimana hal-hal “njijiki” tersebar di tiap sudut kota maupun desa.

Dan satu hal lagi yang dapat saya banggakan sebagai anak Indonesia adalah: Pernah memenangi lomba tangkap belut saat festival 17 Agustusan. Festival tahunan yang mengubah anak-anak ingusan di bawah usia 10 tahun menjadi sangat kompetitif dengan teman-teman yang sehari-hari bermain sepatu roda atau sepeda bersama.

Baca Juga: 17 Agustusan di Garut. MERDEKA!

Dengan pengalaman yang mumpuni soal belut-perbelutan dan sifat tidak jijikan, membuat saya dengan gegap gempita menyambut itinerary “Menyambangi Belut Morea Raksasa di Desa Waai” saat mengunjungi Ambon kemarin. Kami (saya, Vina, Nancy, Ferdy, Gav) berangkat ke Desa Waai (waai berarti Air) dari Pelabuhan Tulehu, sepulangnya dari Pulau Seram, tepatnya Ora Beach.

Dari Tulehu, Waai dapat ditempuh selama sekitar 15 menit saja. Namun jika kamu dari Ambon kota, maka jaraknya sekitar 40 menit perjalanan (30 km). Agak sulit menemukan Kolam Wae Selaka yang merupakan kerajaan Morea itu dikarenakan signage yang kurang di sepanjang perjalanan. Malu bertanya sesat di jalan, maka bertanyalah kepada orang-orang setempat yang sudah pasti tahu letak kolam tersebut.

Perjalanan menuju Kolam Wae Selaka yang berada di lereng bukit itu ternyata mudah sekali dan jalanannya juga baik. Saya edarkan pandangan, banyak ibu-ibu yang mencuci di muara kolam dan bocah-bocah yang mandi-mandi di kolam berair jernih tersebut.

Kolam Wae Selaka tempat tinggal Morea
Kolam Wae Selaka tempat tinggal Morea
Kolam Wae Selaka tempat tinggal Morea
Kolam Wae Selaka

Pohon-pohon di sekeliling bagai meneduhi kolam yang dipenuhi oleh beberapa jenis ikan yang dipelihara masyarakat. Tapi, mana belut morea yang dipercaya dapat membawa kesialan jika dimakan itu? Ternyata kita harus memanggil pawang yang berada tidak jauh dari kolam. Pawang akan turun ke kolam dan meminta kita ikut turun juga. Yah, kalau lagunya enak boleh lah turun ke lantai dansa.

Orang pertama yang turun, tentu saja saya yang dianggap paling tidak jijikan. Vina dan Nancy melihat dari atas dengan tatapan ngeri. Pawang mulai mengetuk-ngetuk sisi kolam, dan sejurus kemudian bayangan gelap dan licin mulai keluar. Itu dia Moreanya! Ternyata belut Morea itu keluar dari semacam gua kecil di tepian kolam.

Setelah saya perhatikan lagi, gua-gua itu banyak jumlahnya di bagian tepi bawah kolam. Menurut sang pawang, jumlah morea di sana ada sekitar 100 ekor dengan panjang sekitar 1 meter hingga ada juga yang mencapai hampir 2 meter katanya. Wow, bisa jadi sushi unagi buat berapa orang nih? x)

Kolam Wae Selaka Morea
Pawang mengetuk-ngetuk Gua
belut morea
geli geli enak x)

Pawang memancing perhatian Morea dengan telur mentah yang sudah separuh dibuka sehingga bau amisnya meruap. Sebetulnya nyali sedikit ciut ketika belut-belut segede balok kayu itu merayapi kaki saya. Namun pawang meyakinkan bahwa Morea tidak menggigit manusia. Duh saya kan separoh bidadari, ada kemungkinan digigit nggak ya? *morea menatap dengan jijay*

Di sini atraksi dimulai. Pawang mengelus-elus morea dari ujung kanan dan saya standby memegangnya dari ujung kiri. Hanya ada 1 waktu saja morea itu tidak menggeliat, yaitu ketika makan si telur. Dan itu, hanya sekitar 3 detik. Jadi kepiawaian kamu mengambil foto juga dipertaruhkan di situ. Pawang akan bertanya: “Siap?”

Saya siap. Vina yang bertugas memotret juga siap. Pawang menjulurkan telur. Morea menghisapnya. Dan pawang mengangkatnya bersama-sama saya. YEAH! Moreanya diam ketika diangkat! Tidak licin seperti waktu dielus di dalam kolam!

Morea yang saya angkat mungkin hanya seukuran 1 meter, tapi jika mau bertemu morea yang lebih besar lagi akan diajak sang pawang menyusuri si kolam lebih jauh. Berhubung saya datang dengan cewek-cewek ibukota, maka kita cukup di situ saja.

Vina mencoba mengangkat dan berhasil juga. Nah yang agak PR nih si Nancy. Dia sendiri cerita kalo dirinya adalah ratu drama yang bisa teriak-teriak menggila kalo udah panik. Vina sempat cerita bahwa Nancy ini pernah sudah di atas pesawat dan tiba-tiba dia minta turun sambil teriak-teriak. Sampe masuk koran. Yes, she’s the one.

Makanya saya dengan segenap bujuk rayu meminta Nancy untuk memegang morea. Keajaiban terjadi. Nancy mau. Meski awalnya tampak super panik, ia mau megang belut morea. Dan puncaknya adalah ia bisa mengangkat morea! Haleluyah!

Congrats girls!

Sambil masih dengan muka panik dan tertawa-tawa, Nancy pun sepertinya bingung kenapa ia bisa melakukan hal yang bisa jadi adalah hal paling berani yang ia lakukan di tahun 2015. :)) Jadi, untuk kamu yang menyambangi Ambon, wajib datang ke Desa Waai karena bercengkrama dengan morea raksasa ini seru banget! Ditunggu cerita versi kamu ya. Happy traveling!

PS: Di video ini adalah kali kedua saya mengangkat Morea dengan ukuran yang lebih besar, dan gagal. Yang sukses adalah di kali pertama dan tidak tertangkap video. For your info, no moreas were harmed during the photo and video shoot. :D

Notes:

  • HTM: 2.000/orang
  • Harga pawang: seikhlasnya, tapi bisa juga menghitung dari berapa telur yang dipergunakan.
  • Ketika bertanya ibu-ibu yang mencuci, bayar pawang bisa Rp 20.000 – 30.000, namun teman saya membayar Rp 50.000 sudah sekaligus dengan 4 telur yang kami pergunakan
  • Ketika keluar kolam dan menuju mobil, anak-anak setempat akan meminta uang parkir. Bayarlah sebesar Rp 2.000.
  • Jika ada anak-anak lain yang minta, bilang saja kalau sudah memberikan uang pada anak yang lain. Mereka akan ngambek tapi jangan sampai membentak ya. :)
  • Pakailah celana pendek ketika ke sini biar gak ribet lipet-lipet celana

28 thoughts on “Bercengkrama Dengan Belut Morea Raksasa”

  1. widiiiw kakak..ama belut kecil aja geli apalagi yang gede kayak gitu hehee
    salute kakak berani :D

  2. cumilebay.com

    Aku doyan banget makanan belut, nyokap gw biasa nya masak belut di tumis dengan soun.
    Tapi kalo belut nya segede itu, aku GELIIIIII ngak mauuuuu #Kabur

  3. Dugaanku, Morea dari kata “Muraenidae” yg merupakan salah satu nama keluarga belut. Belut famili ini besar-besar dengan muka sangar. Kalo di laut, jari bisa patah kalo digigit ni belut..

      1. nah kan….serem
        mungkin morea di laut lebih agresif kali ya
        padahal yang aku liat di derawan masih kecil dan warna-warni (kuning dan biru) tapi tetep aja serem

        1. Eh kalo yang bewarna itu bukannya uler beb? Kalo penampilan kayak belut sih aku samsek gak takut. Tapi kalo udah ada warna2nya takut jugaaa kayak uler lauut x)

  4. pertanyaannya: bisa dimakan ga?

    kalo di bandung, banyak yang jual (entah belut atau lindung)
    rasanya kenyal2 gitu :)

    1. Gak bisa kaaaak.. ini morea dipercaya warga bisa bawa kesialan kalo dimakan. Iya sih, lebih hasilin duit kalo dipelihara soalnya. Bs jd objek wisata menarik untuk turis.

  5. Aku lupa, aku ke sini bukan ya waktu ke Ambon tahun 2005? Belutnya lebih besar-besar dan ada yang mbahnya gitu, di sudut sana, agak dalam… hiii…

    1. Kalo ke ambon kayaknya ini aja kolam untuk liat morea mbak. Iya ada yang lebih gede tapi temen2ku gak mauuu :))

  6. aw aw aw aku rada gimanaaaa gitu sama morea
    mukanya serem sih, bergigi-gigi tajem gitu
    gara-gara dia jd tokoh jahat di little mermaid sih, aku jd gak suka sama morea (widih tontonannya little mermaid)

    dulu aja pas snorkling di derawan ngliat morea kecil, sekitar 30 cm aja aku dah langsung pindah lokasi xD

  7. Aku juga gak takut kok, cuma males aja kalo tiba-tiba Morea-nya iseng isep-isep jempol aku gimana coba?!
    Tapi ya, untung kamu tukang maksa, jadi kan aku punya foto kenang-kenangan cakep begini nyehehe..
    Dan kamu hebat banget, bisa maksa Nancy :))
    “Kalo disuruh ngulang lagi ogah deh!” kata Nancy abis baca tulisan ini :))

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pulau Padar Titiw

Titiw

Ngeblog sejak 2005

Female, Double (hamdallah sudah laku), berkacamata minus satu setengah yang dipake kalo mau lihat nomor angkutan umum doang. Virgo abal-abal yang sudah menjadi blogger sejak tahun 2005 yang pengalaman menulisnya diasah lewat situs pertemanan friendster.

Scroll to Top