Apa:
Sui Lian, gadis keturunan Tinghoa anak penjual mi ayam di Semarang, tanpa sengaja bertemu dengan Pras, pria asli Jawa yang idealis, hitam manis, namun tidak terlalu romantis. Cara bertemunya pun agak aneh dan random. Mereka bertemu di sebuah toko buku dimana Lian bekerja, ketika dengan tegas Pras menyatakan tidak ingin memakai plastik sebagai kantong belanjanya.
Di situ mata mereka bertemu. Di situ senyum Lian melengkung untuk Pras, pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Namun di situ pula Lian merasa pria tersebut telah menawan hatinya yang selama ini tidak tersentuh oleh seorang pria pun. Bahkan oleh si Jono, pemuda mata keranjang yang selama ini dijodohkan kepadanya.
Namun semesta pun seakan mendukung ketika Pras datang lagi ke toko buku tersebut. Mata mereka bertemu, tegur sapa itu terjadi, dan temu demi temu mulai terjalin. Namun kisah cinta mereka tidak semulus kulit halus Lian. Rintangan macam apa yang menghalangi mereka? Siapakah yang akhirnya berjodoh dengan Lian? Bagaimana akhir dari kisah ini?
Opini Titiw:
Dari deskripsi awal, jelas penulis novel Now and Then yang bernama Ann Arnellis ini mengangkat isu rasial. Namun, hal itu tidak membuat novel ini menjadi cerita yang berapi-api dan penuh dengan kebencian dari sana-sini. Ketika membaca prolognya, saya sempat berpikir, apakah ada bumbu-bumbu horror di dalamnya? Karena beberapa setting yang diambil memanglah tempat yang terkenal “angker” di kawasan Semarang, yaitu Lawang Sewu.
Awal ceritanya memang membuat kita penasaran untuk membalik lembar demi lembar novel yang tampak tebal tersebut. Tetapi, di bagian tengah, alur cerita mulai lambat dan konflik yang diangkat kurang mencapai klimaks. Namun saya suka dengan cara bertutur penulis yang mendeskripsikan tipe-tipe orang yang datang ke toko buku, serta sedikit kalimat-kalimat puitis yang ia selipkan.
Sayang, Lian sebagai peran utama dalam novel ini terasa kurang gregetnya. Memang ia digambarkan menjadi perempuan yang sangaaat biasa. Namun personanya masih kalah dengan Pras yang menjadi salah satu peran utama juga. Iya sih tidak ada kewajiban yang namanyaa tokoh utama harus “tampil banget”, tapi pasti akan lebih menarik jika Lian memiliki karakter tertentu yang lebih menarik. Endingnya juga agak tanggung. Istilahnya, si pemeran protagonis terlalu protagonis, namun si pemeran antagonis kurang antagonis. Well, gak pengen novel ini jadi naskah sinetron abal-abal yang lebay juga sih. Hehe..
Overall, two thumbs up bagi Ann Arnellis yang sudah berani menelurkan novel pertamanya di saat banyaknya buku-buku dengan genre sejenis ditawarkan di toko buku. Now and Then layak menjadi bahan bacaan santai Anda di hari minggu siang yang tenang sambil mengudap sepiring gorengan dan teh hangat di rumah.
Cocok Dibaca Oleh:
Kamu yang bingung mau beli buku apa kalo lagi jalan-jalan lucu ke Gramedia sama papah, kamu yang mau napak tilas dengan ingatan akan Semarang, ataupun kamu yang kisah cintanya pernah ditentang hanya karena warna kulitmu dengan sang kekasih tidak sama..
PS: Jangan lupa follow twitter bu Guru Arnel ini di @arnellism. Worth to follow! :)
6 thoughts on “Now and Then oleh Ann Arnellis”
sepertinya seru novel ini. beli ah, pas banget lagi bingung mau beli buku apa.. :)
Nice kok,, gih sonoh sonoh jajan buku.. :D
keknya cukup menarik & ringan nih, tp hrs menghabiskan partikel dulu sblm membeli buku baru :|
Akuh malah belum punya Partikel. Penasaran juga sih.. hehe.. Anyway pas baca buku ini aku inget kamu.. *jiyeh* *padahal karena didut orang semarang*
wah kayaknya bisa jd temen bacaan di kereta nih, mayan drpd bengong, cari ah, tfs beb! ;)
Same-same! *kayak boyband jaman dulu ya.. same-same*