Saya jarang sekali marah, apalagi memasang foto oknum yang jadi sumber kemarahan saya. Yha, masih perihal beredarnya vaksin palsu yang beredar beberapa minggu ini. Apakah mereka si pemalsu bisaaaa hidup tenang di rumahnya yang besar dan ada kolam renangnya itu? Apakah mereka gak merasa berdosa luarrrrrrr biasa padahal di satu sisi mereka juga punya anak?
RITA AGUSTINA. Namanya saya tandain sebagai salah satu faktor penghancur kepercayaan masyarakat terhadap peran pemerintah dan pentingnya vaksin. Gilanya lagi, dia ini mantan perawat di salah satu RS terkenal! Jadi dia ambil tuh ampul-ampul bekas untuk diisi ulang dengan cairan infus dan antibiotik gentamicin, yang ia jual sebagai so-called-vaksin.
Kok bisa ya ada vaksin palsu? Padahal harusnya mata rantai pengadaannya tidak terputus sejak dari produsen, hingga ke konsumen. Seperti yang saya kutip dari Beritagar:
Memang, vaksin palsu hanya bisa dicek lewat tes lab, namun ada tips dari The Asian Parent cara-cara preventif untuk menghindari vaksin palsu:
- Sebisa mungkin lakukan imunisasi di rumah sakit besar, RS pemerintah, Puskesmas, atau dokter yang sudah terpercaya.
- Jangan ragu untuk bertanya dari mana asal distribusi si vaksin itu. Kita sebagai konsumen punya hak untuk bertanya. Kalau dari freelance, mending batalkan saja.
- Tanya masa kadaluarsanya. Menurut Biofarma, vaksin palsu nomor batchnya tidak terlihat jelas dan kartonnya kasar.
- Masih dari Biofarma, tutup vaksin yang asli itu abu-abu, jika bukan sudah pasti palsu.
- Hancurkan kemasannya. Kita boleh meminta ampul bekas kepada dokter/bidan yang telah mengimunisasi anak kita.
Ok, cukup untuk si pemalsu, saya gak mau bulan yang suci ini ternodai karena kemarahan saya atas apa yang sudah ia perbuat. Di lain pihak, sorry to say kalo saya harus mengutarakan pendapat di sini:
Saya pro vaksin dan kurang suka dengan orang yang anti vaksin
Vaksin itu MENCEGAH dari penyakit-penyakit MEMATIKAN. Bukan penyakit sehari-hari macem batuk pilek. Jadi kalau orang-orang antivax beropini bahwa selama ini anaknya baik-baik saja dan gak sakit-sakitan, bisa jadi karena anaknya dapat kekebalan payung dari temen-temennya yang sudah diimunisasi. Dan penyakit itu kan gak bisa instant dilihat, misalnya aja di Majalengka, yang meninggal sudah menginjak umur remaja karena Difteri.
“Tapi menurut penelitian prof ABC.. Vaksin bikin autis. Menurut dokter XYZ imunisasi malah bikin penyakit lain dan haram“. Mana makalah dan artikel validnya? Saya insha Allah bisa counter itu semua. Kebanyakan yang saya baca hoax dan si dokter yang disebut-sebut itu nggak jelas.
“Ah, antivax atau nggak, itu terserah orangnya. Sama kayak pilihan sufor vs asi, working mom vs Ibu Rumah Tangga.” BERBEDA JAUH. Sufor, working mom, dll itu personal dan dampaknya ke anak sendiri. Namun jika antivax, itu berdampak ke anak lain.
“Ah jaman nabi juga orang-orang gak diimunisasi“. Mungkin. Namun jaman dulu penyakit-penyakit juga gak segila sekarang. Tantangan penyakit makin berat. Ingat, ilmu juga makin berkembang, dan nabi Muhammad juga pernah berpesan “Didik dan besarkan anak sesuai jamannya“.
Di beberapa daerah di Indonesia, merebak lagi kasus timbulnya penyakit Difteri yang seharusnya sudah bersih terbasmi. Karena apa? Ya karena ada sekumpulan orang-orang antivax! Baca yang di BLITAR dan di MAJALENGKA deh. Bahkan kata temen saya yang tinggal di Malaysia, lagi rame berita mengenai kasus Difteri di Malaka, ya lagi-lagi karena hal tersebut.
Menurut saya lagi, bahkan sudah harus dimulai peraturan di SEMUA sekolah tanpa terkecuali, kalau anaknya mau masuk TK atau SD, harus melampirkan bukti kalau dia sudah menjalankan semua imunisasi dasar. Di beberapa negara seperti Singapura sudah menjalankannya. Semoga di Indonesia secepatnya bisa terwujud di semua sekolah pendidikan dasar.
Jadi… kesimpulannya.. Saya pro vaksin, dan kalau Anda antivax, ya saya mau ngomong apa? Semoga dapet hidayah yang lebih baik. Tapi jangan main sama anak saya. Terima kasih atas perhatiannya udah baca status ini sampai habis, semoga kita semua dapet berkah Ramadhan. Mana aminnyaaa? Aamiin.
8 thoughts on “Polemik Vaksin Palsu: Anda Pro atau Anti Vaksin?”
Sama mba Tiw. Aku juga suka sebel sama para antivax. Apalagi sampai yang nyebar2 berita Hoax ttg Vaksin. Untungnya wkt aku masih buka fb, aku ikutin tuh info dari dokter Arifianto Apin (penulis buku pro-kontra imunisasi). Dia dokter yang provax sekali. Pernah dia posting klo sebenernya penemu vaksin itu org muslim sendiri. Pada kilafah siapa gitu, aku lupa.
Dan pas denger berita soal beredarnya vaksin palsu, aku langsung komentar..wah..ini jadi makanan empuk banget buat para antivax. Mudah2an pada dapet hidayah ya.
Btw, di TK dan SD sudah mulai diberlakukan syarat harus menyertakan sertifikat lulus imunisasi dasar saat mendaftar. Sertifikatnya didapat dari puskesmas dengan menyertakan bukti dari dokter (semacam kartu imunisasi atau buku berobat anak). Memang belum merata dan wajib banget. Tapi mudah2an kedepan bisa menjadi syarat paling wajib. 😊
Waktu masih buka FB? Emang kamu gak main FB lagi Bieb? Ih mau dong kalo ada tulisan kalo penemu vaksin itu muslim. Aku barutau SD juga wajib menyertakan sertifikat lulus imunisasi. Kalo TK setau aku belum semua deh. Aamiin doain yang terbaik bagi anak-anak kita.
aku sampai searching lagi. Dan didapat artikel ini di https://khabarislam.wordpress.com/2015/03/30/ilmuwan-khilafah-penemu-vaksinasi/
Paragraf ini:
cikal bakal vakasinasi itu dari dokter-dokter muslim zaman khalifah Turki Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis sejak zaman Abbasiyah. Ini diceritakan pada buku “1001 Inventions Muslim Heritage in Our World” (buku ini bisa didownload di https://archive.org/details/1001Inventions-TheEnduringLegacyOfMuslimCivilization): Di halaman 176 tertera: “The Anatolian Ottoman Turks knew about methods of vaccination, they called vaccination Ashi or engrafting, and they had inherited it form older turkic tribes”.
Lady Mary Wortley Montagu (1689-1762), istri dari duta besar Inggris untuk Turki saat itu, membawa ilmu vaksinasi ke Inggris untuk memerangi cacar ganas (smallpox). Namun Inggris perlu menunggu hampir setengah abad, sampai tahun 1796 Edward Jenner mencoba teknik itu dan menyatakan berhasil. Cacar ganas yang pernah membunuh puluhan juta manusia hingga awal abad-20, akhirnya benar-benar berhasil dimusnahkan di seluruh dunia dengan vaksinasi yang massif. Kasus cacar ganas terakhir tercatat tahun 1978. Akhirnya Jennerlah yang disebut dalam sejarah sebagai penemu vaksinasi, terutama vaksin cacar.
Wah thanks untuk tambahan ilmunya Bieb! :)
Aku membayangkan Titiw menulis blogpost ini dengan menggebu-gebu. Aku gak antivax, ini bekas vaksin masih ada di kiri kanan lenganku. :)))
Ngahahaha ahh u know mi sowel kaak! :)) Bangeet nulisnya pake tensiii! :))
Jika ada anak tidak divaksin, namun ianya kelihatan sihat, juga tidak mahu bermain dengan anak tersebut?
Sepertinya tetap tidak selama saya tahu dia tidak divaksin. Jaga diri aja. Daripada daripada. :)