Yuk Menjadi Ibu yang Tidak Menyalahkan Diri Sendiri

The Mahesars in Bali

“Tapi aku merasa bersalah sama anakku kalau memakai waktuku untuk me time.” Wow, menjadi ibu apakah selalu seperti itu?

Familiar dengan perasaan seperti ini? Tenang bun, kamu gak sendirian. Nama kerennya, itu adalah “Mom’s Guilt”. Menurut Diary Bunda, rasa bersalah yang kerap dialami oleh ibu karena menganggap dirinya tidak bisa memenuhi tuntutan-tuntutan akan peran sebagai orangtua. Rasa bersalah tersebut biasanya muncul akibat ekpektasi-ekpektasi yang tidak realistis dari diri sendiri, pasangan, maupun lingkungan sekitar.

Di sinilah menurut saya pentingnya memiliki “Boundaries” dengan anak. “Boundaries seperti apa? Jauh-jauhan sama anak? Ih mana bisaaaaa bakal kangeeen. Lagian kan kita seorang Ibu, masa sih ninggalin anak?” Nah itulah yang bikin kita bakal tetap merasa bersalah seumur hidup untuk melakukan hal-hal yang kita senangi. Terlalu “baper” dan overthinking.

Pertama-tama, saya mau bilang kalau tidak semua orang punya privilege untuk “meninggalkan anak”. Entah karena tidak punya ART, LDR dengan suami, gak punya budget daycare, yang mana itu semua bikin kita menjadi ibu yang “terpaksa” 24 jam sama anak.

Gak sekali dua kali loh saya dapet komen di DM ataupun dilontarkan langsung ke depan muka: Kak Tiw seru banget ya bisa ngerjain hobi, gak harus sama anak terus”. Dan yang komen gini tuh punya mbak, punya budget untuk daycare, ada mertua yg mau dititipin, dan suaminya pun mau ikut jaga anak. Kenapa? Ya karena ibu2 itu simply GAK MAU NINGGALIN ANAK.

Baca Juga: Kok Kelihatan Kayak Belum Punya Anak Ya?

Yaaa.. Saya bisa melakukan hal-hal tersebut karena saya adalah ibu yang REALISTIS. Saya tahu kalau seharian sama anak itu melelahkan. Saya paham kalau punya hobi lain di luar keluarga itu menyenangkan. Ini selain karena saya punya mbak dan suami yang pancen oye juga ya.

Komunitas Geng Ijo Jakarta
Aku dan Geng Ijo Kesheyengen

Coba deh beranikan diri untuk pergi dari rumah sekadar nyalon seharian. Atau berolahraga dengan teman-teman. Atau lihat-lihat tanaman bersama teman-teman di komunitas. “Tapi nanti anak nyariin”. Kalo iya kenapaaa buibuuuuk?! Emang mereka harus terlatih gak cuma bergantung sama Ibunya doang. Bapaknya juga harus support sang istri untuk me time tanpa rasa bersalah. Bukannya malah komen “Kalo kamu pergi trus anak kita ama siapa?” Atau baru pergi 15 menit udah divideo call sambil dikasih liat kalo anaknya nangis. ITU HANYA MEMPERBESAR RASA STRESS DAN BERSALAH SI IBU.

Boundaries itu terkadang dibutuhkan agar hubungan Ibu-anak-suami juga lebih sehat. Yuk sesekali hempas perasaan overthinking kita. Sesekali jangan menjadi ibu baper. Dunia harus tau juga kalo kamu adalah individu yg utuh. Punya nama. Bukan hanya sekadar “Mamoynya Kala”, “Bundanya Rayn” ataupun “Ibu Rizki”.

MANGAT BUN KAMU BISAAAAA! ❤️

PS: Silakan share untuk para ibu yang membutuhkan ini. It takes a village to raise a kid, and we moms, let’s build that village together.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pulau Padar Titiw

Titiw

Ngeblog sejak 2005

Female, Double (hamdallah sudah laku), berkacamata minus satu setengah yang dipake kalo mau lihat nomor angkutan umum doang. Virgo abal-abal yang sudah menjadi blogger sejak tahun 2005 yang pengalaman menulisnya diasah lewat situs pertemanan friendster.

Scroll to Top